Isnin, 9 Februari 2015

BATASAN AURAT SESAMA MUSLIMAH DAN NON-MUSLIMAH

sshare dari link fb ~ISLAM ITU INDAH

BATASAN AURAT SESAMA MUSLIMAH DAN NON-MUSLIMAH

Banyak dari kita yang salah kaprah atau tidak peduli terhadap aturan Allah swt. Sebagai bukti laki-laki dan pria muslim, antara sesama muslimah dan dengan non-muslimah. Pada dasarnya sudah banyak yang tahu aturan tersebut, tapi sebagai manusia yang lemah kita seringkali kalah dengan penghianat Allah swt. 
Tulisan kali tidak akan membahas batasan aurat perempuan dan laki-laki karena sudah sangat familiar dimata dan telinga kita, kali ini akan membahas batasan aurat sesama muslimah dan non-muslimah karena terlalu bebasnya pergaulan antara wanita menyebabkan mereka tidak sadar atau mengabaikan aturan tersebut.

Batasan aurat sesama muslimah :

Tidak diperbolehkan bagi seorang perempuan untuk menampakkan di hadapan sesama perempuan atau laki-laki yang masih mahramnya lebih dari apa yang biasa nampak ketika seorang perempuan berada di dalam rumah. Jadi yang boleh dinampakkan adalah rambut, betis, hasta dan semisalnya. Hukum asal perempuan adalah ditutupi dan dilindungi. Terdapat banyak dalil dalam syariat yang menunjukkan hal tersebut. Praktek shahabat secara khusus dan salaf secara umumpun menunjukkan demikian. Meremehkan permasalahan menutup aurat di hadapan sesama perempuan bisa menimbulkan hal-hal yang tidak diharapkan. Sedangkan yang disebutkan dalam berbagai kitab fiqh kebanyakannya adalah keterangan yang tidak berdalil.

Syaikh Albani rahimahullah mengatakan :

“Sedangkan perempuan muslimah di hadapan sesama perempuan muslimah maka perempuan adalah aurat kecuali bagian tubuhnya yang biasa diberi perhiasan. Yaitu kepala, telinga, leher, bagian atas dada yang biasa diberi kalung, hasta dengan sedikit lengan atas yang biasa diberi hiasan lengan, telapak kaki dan bagian bawah betis yang biasa diberi gelang kaki.
Sedangkan bagian tubuh yang lain adalah aurat, tidak boleh bagi seorang muslimah demikian pula mahram dari seorang perempuan untuk melihat bagian-bagian tubuh di atas dan tidak boleh bagi perempuan tersebut untuk menampakkannya. Dalilnya adalah firman Allah yang tegas: -beliau lalu membawakan QS an Nur 31-.” (Talkhish Ahkam Janaiz hal 30, sebagaimana dalam Masail Nisaiyyah Mukhtaroh karya Ummu Ayyub Nurah bin Ahsan Ghawi hal 143).

Berbeda aturannya bila dihadapan suami, segalanya halal dilihat oleh suami. Tentunya suami yang sah, buakn suami-suamian.. hehe

Batasan aurat terhadap non-muslimah :

Buat seorang muslimah ketika bergaul dengan non-muslimah, yang diharamkan adalah terlihat sebagian auratnya, meski sesama perempuan. Sebab kedudukan non-muslimah itu setara dengan laki-laki asing yang bukan mahram. Di hadapan sesama muslimah tapi bukan ,non-muslimah diharamkan untuk melepas kerudung atau jilbab. 

Sedangkan masalah sentuhan (berjabat tangan) dengan non-muslimah, tidak ada masalah. Karena mereka pada dasarnya juga perempuan. Dalam hal ini hukumnya tidak bisa disamakan dengan hukum melihat aurat.

Juga perlu diketahui bahwa sesungguhnya tubuh orang non muslim 
itu tidak najis, tidak sebagaimana najisnya benda-benda. Maka sentuhan kulit antara muslim dengan non muslim tidaklah membatalkan wudhu’, juga tidak mengharuskan pencucian atau pensucian.

Adapun ayat Al-Quran yang menyebutkan bahwa orang-orang musyrik itu najis, oleh para ahli tafsir disebutkan bahwa kenajisan yang dimaksud ayat itu bukanlah najis hakiki, melainkan najis hukmi.
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. 

Najis hakiki adalah benda-benda yang kita kenal sebagai najis, seperti darah, nanah, kotoran, air kencing, bangkai dan lainnya. Sedangkan najis hukmi adalah kondisi seseorang yang sedang dalam keadaan janabah, di mana dia dilarang melakukan shalat, menyentuh mushaf, masuk masjid dan sejenisnya. Seolah-olah dia terkena najis, namun bukannajis secara hakiki melainkan secara hukmi.

Untuk mensucikan najis hakiki, dilakukan pencucian dengan air hingga hilang rasa, aroma dan warna. Sedangkan untuk menghiangkan najis hukmi, cukup dengan melakukan mandi janabah. Karena itulah ayat ini dijadikan oleh para ulama sebagai landasan kewajiban bagi orang non muslim yang masuk Islam untuk mandi janabah.

Hal itu bisa kita lihat di dalam tafsir ayat ini pada kitab Jami’ li Ahkamil Quran . Di dalam kitab itu disebutkan oleh Qatadah, Ma’mar bin Rasyid, Abu Tsaur dan Ahmad, bahwa orang yang masuk Islam diwajibkan untuk mandi janabah dengan ayat ini. Sedangkan As-Syafi’i tidak mewajibkan mandi janabah, beliau hanya menyunnahkan saja.

Jadi ayat ini bukan dalil yang menunjukkan bahwa orang non muslim itu sama najisnya dengan kotoran manusia, darah, nanah, bangkai atau babi. Ayat ini tidak menyatakan kenajisan mereka secara hakiki, melainkan menegaskan kenajisan mereka secara hukmi, yaitu bahwa mereka dalam keadaan janabah yang mewajibkan mereka mandi janabah, bila masuk Islam. Juga menegaskan bahwa mereka diharamkan masuk ke tanah haram atau masjid Al-Haram di Makkah. Adapun bila masuk ke dalam masjid selain Al-Haram di Makkah, para ulama berbeda pendapat.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sumber : Berita islam masa kini & konsultasisyariah

blog saya satu lagi boleh dilawati : http://sharmine205omarshahab.blogspot.com/ 

Tiada ulasan:

Catat Ulasan