Rabu, 27 November 2013

MELABUH TIRAI MALAM || SHALAT SEBAGAI KEKASIH HATI


share dari link fb ~Bicara Hidayah 


MELABUH TIRAI MALAM || SHALAT SEBAGAI KEKASIH HATI

Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam bersabda, yang artinya, "Wahai Bilal, nyamankan kami dengan shalat! Karena kenyamanan Nabi ada dalam shalat." (HR Ahmad dan Abu Dawud)

Maksud dalam kalimat “Qurratu 'aini fi ash shalati” adalah bahawa dalam shalat terdapat kedamaian, kenyamanan, kegembiraan dan kedamaian. Damai shalat juga pula terdapat ketetapanku, ketenanganku, dan matu tidak akan melirik pada yang lainnya. Kata Qurratul 'aini, secara etimologis berasal dari kata Al-Burudah (dingin) dan merupakan kebalikan dari kata As-Sakhunah (panas). Sehingga diartikan sebagai dingin matanya, terhenti tangisan matanya atau masih mengalir air matanya. Syaikh Mu'min Fathi al Haddad dalam Jaddid Shalataka menyatakan bahwa rasa kebahagiaan bisa mengalirkan air mata yang dingin, sedang kesusahan bisa mengalirkan air mata yang panas.

Adakalanya Qurratul 'aini berasal dari kata Al-Qarar (kediaman), yakni mata melihat sesuatu yang dirindukan sehingga kemudian mata diam dan tenang. Allah telah memberikan ketenangan kepada mata sang hamba, memberikan anugerah sehingga mata menjadi tenang, padangangan mata tidak diangkat untuk melihat hamba lain yang berada di atasnya. Ulama lain, berpendapat bahwa Qurratul 'aini berasa dari kata Al-Qurur, yaitu suatu air mata dingin yang disertai kebahagiaan. Pendapat lainnya menyatakan berasal dari kata Al-Qarar, yang berarti ketenangan.

Selanjutnya sudah sampai dalam tingkatan mana shalat kita? Diukur dari kadar shalat yang sudah mencapai tahap menjadi kekasih hati, yang telah bisa membahagiakan hati, yang menyenangkan raga dan menggembirakan jiwa?

Ataukah baru pada tahap dimana shalat yang dapat membebaskan dari beban dan menggugurkan kewajiban. Bukankah kita telah memulai shalat ketika usia masih anak-anak.

Apakah kita mengulangi kesalahan zaman para ahli kitab, dimana dzikir dan doa yang banyak dan beraneka ragam tidak sepenuhnya mencurahkan perhatian padanya bahkan tidak menghiraukan sebagai sebuah doa. Sehingga hati menjadi keras dan jiwa menjadi pasif.

Bukankah Allah telah memperingatkan kepada kita semua dan mencela orang-orang yang beriman jika hati mereka tidak khusyu'. Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya,

"Belumkan datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan diantara mereka adalah orang-orang yang fasiq." (Al Hadid: 16)

Shalat adalah tiang terpenting dalam agama. Shalat adalah media atau sarana penghubung antara makhluk dengan Al Khaliq, antara hamba dengan Tuhannya. Setiap utusan Allah selalu menyerukan ajakan untuk beriman kepada Allah juga menjelaskan kepada umatnya tentang tata cara beribadah. Hingga sampailah kepada utusan terakhir (Rasulullah), yang menyeru kepada umat manusia untuk meng-esakan Allah dengan tulus.

Suadaraku, Islam juga mengatur peribadatan bagi manusia, memberi contoh shalat lima waktu dengan praktiknya, menerangkan hikmah dan faedah shalat bagi spiritual dan jasmani, serta bagi individu dan sosial. Dengan ini shalat adalah bukti berakhirnya kenabian, dimana shalat menjadi kewajiban penting setelah berakhirnya runtutan wahyu dari Allah.

Sehingga Allah memberikan kepada umat akhir zaman ini amalan yang dapat mempertemukan segala yang dibutuhkan manusia dalam kitab-Nya bersamaan dengan diutusnya Muhammad Rasulullah, maka berakhirlah kenabian dan wahyu.

Sebagaimana firman-Nya, yang artinya, "Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat-Ku." (Al-Maidah: 3)

Tiada wahyu lagi setelah al-Qur'an, dan tidak Rasul (nabi) setelah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Manusia menjumpai Tuhannya setiap hari sebanyak (minimal) lima kali. Ketika seorang hamba membutuhkan petunjuk dan HIDAYAH, maka hendaknya dia meneggelamkan diri dalam shalat hingga sampai pada tingkatan IHSAN. Yaitu beribadah seolah-olah kita melihat Allah. Dan jika tidak mampu, maka yakinlah dalam beribadahlah, Allah melihat kita. Sehingga Allah akan memberikan petunjuk dan hidayah-Nya.

Tugas para Rasul dan Nabi yang telah dipercayakan kepada umat, telah diwajibkan kepada setiap individu untuk menunaikan lima pertemuan dalam sehari semalam agar mendapat rahmat dan pertolongan langsung dari Allah, agar jiwa-jiwa dibersihkan dari berbagai cacat dosa.

Allah telah berfirman, yang artinya, "Katakanlah (Muhammad), "inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik." (Yusuf: 108)

Sungguh patut disesalkan, seorang hamba yang mengerahkan kemampuan berpikir hanya untuk urusan materi saja, sehingga terlupakan nikmat shalat. Padahal segala persoalan materi yang tampak dihadapan hamba dapat diselesaikan dengan nikmat shalat. Shalat yang telah kehilangan ruhnya, tidak mungkin menjadi kekasih hati, tidak mampu membersihkan jiwa. Semoga Allah membimbing dan memberi hidayah-Nya kepda kita semua sehingga terhindar dari kriteria orang-orang yang lalai dalam shalatnya.

Allahu a'lam.
Sumber: Kaifa Takhsya'u fi Shalatika wa Tadfa'u min Wasawisika, Syaikh Mu'min Fathi Al Haddad
(Kredit: harapansatria.blogspot.com)
_______________
Shared By: bicara.hidayah ( .. buat diriku ..)
Bicara Hidayah - Bicara Hati ღ
☆ ⋆ ☆ ⋆ ☆ ⋆ ☆

Tiada ulasan:

Catat Ulasan