Sabtu, 30 November 2013

PEMBAWA BERKAH PADA HARTA

share dari link fb ~Bicara Hidayah

PEMBAWA BERKAH PADA HARTA

Berkah (atau barokah), berasal dari kata al buruk. Maksudnya ialah (ats tsubut atau menetap).

Az Zajjaj mengartikan berkah, sebagaimana dikutip oleh al Qurthubi dalam tafsirnya, dengan limpahan pada setiap hal yang mengandung kebaikan. Kata itu pun dimaksudkan pula kepada makna pertambahan dengan tetap terpeliharanya dzat aslinya.

Namun perlu dingat, pengertian berkah ini tidak melulu identik dengan limpahan materi yang dimiliki, tetapi juga menyertai harta yang sedikit. Hal ini tercermin pada diri yang merasa berkecukupan untuk memenuhi kebutuhan satu keluarga, meskipun income yang didapatkan masih tergolong jauh jika dianggap cukup.

Dalam hadits Hakim bin Hizam Radhiyallahu 'anhu di bawah ini, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya: 

"Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini begitu hijau lagi manis. Maka barangsiapa yang mengambilnya dengan kesederhanaan jiwa, niscaya akan diberkahi. Dan barangsiapa mengambilnya dengan kemuliaan jiwa, niscaya tidak diberkahi; layaknya orang yang makan, namun tidak pernah merasa kenyang." [HR Al Bukhari, kitab az Zakat, bab al Isti’faf ‘an al Mas`alah (3/3350); Muslim, az Zakat, bab Takhawwufi ma Yakhruju min Zahrati ad Dunya (2/727-729)]

Tentang hadits ini, al Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan, bahwa majoritas manusia tidak memahami keberadaan berkah, kecuali pada harta yang semakin bertambah banyak. Maka beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan dengan permisalan itu, bahwa berkah merupakan salah satu makhluk Allah, dan membawakan permisalan yang sudah akrab dengan manusia. [Fat-hul Bari (3/337)]

Dari sini kita bisa mengetahui, bahwa cara-cara yang legal dalam mengais rezki, tidak hanya mendatangkan rezki yang halal lagi thayyib (baik), tetapi juga akan berpengaruh pada lahir insan-insan masa depan, yaitu anak-anak yang berjiwa suci lagi berkepribadian luhur, lantaran mendapatkan asupan gizi dari makanan halal. Selain itu, juga dapat menghadirkan karunia lain, yang tidak bisa terpantau oleh indera ataupun dihitung dengan materi. Itulah berkah.

PEMBAWA BERKAH PADA HARTA

Pertama: SYUKUR

Kenikmatan yang didapatkan seseorang pada setiap datang, tidak terhitung jumlahnya, termasuk di antaranya harta benda. Kenikmatan ini menuntut seseorang untuk mewujudkan syukur kepada al Khaliq yang telah melimpahkan rezki. Rasa syukur dan terima kasih serta pujian kepada Allah Azza wa Jalla atas nikmat itu, merupakan satu jalan untuk mendapatkan berkah dan tambahan pada harta yang dimiliki.

Ibnul Qayyim berkata, "Allah menjadikan sikap bersyukur sebagai salah satu sebab bertambahnya rezki, pemeliharaan dan penjagaan atas nikmatNya (pada orang yang bersyukur). (Demikian ini merupakan) tangga bagi orang bersyukur menuju Dzat yang disyukuri. Bahkan hal itu menempatkannya menjadi yang disyukuri.” [1]

Syukur tidak difahami secara sempit, atau hanya dengan lantunan kata "alhamdulillah" atau "wa asy syukru lillah."

Syukur yang seperti ini tidaklah tepat, dan tidak pelak (salah) lagi, yang demikian itu merupakan pandangan yang terlalu dangkal. Syukur memiliki makna yang lebih jauh dan lebih luas dari sekadar ucapan tersebut. Segala perbuatan baik, seperti shalat, puasa, pengakuan kurang dalam menjalankan ketaatan, menghargai nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala, memperbincangkannya, menerima dengan ridha, walaupun sedikit, semuanya masuk dalam bentuk syukur.

Dengan bersyukur, maka Allah akan menambahhkan karuniaNya kepada kita. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman , yang artinya ,

"Jika engkau bersyukur, niscaya Kami benar-benar akan menambahimu." [Ibrahim : 7]

Al Qurthubi menjelaskan, artinya, jika engkau mensyukuri nikmat-Ku, niscaya Aku tambahkan kepada kalian dari kemurahanKu. Ayat ini merupakan dalil yang tegas bahwa bersyukur menjadi factor yang akan menambah kenikmatan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. [2]

Kedua: SADAQAH

Tidak sedikit ayat dan hadits yang menjelaskan sadaqah dan infak merupakan salah satu penunjang yang dapat mendatangkan rezki dan meraih berkah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya,

"Allah menghapuskan riba dan mengembangkan sadaqah." [Al Baqarah : 276]

Allah Subhanahu wa Ta'ala akan meningkatkannya di dunia ini dengan berkah dan memperbanyak pahalanya dengan melipatgandakannya. [3]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Asma` bintu Abi Bakar ra , yang artinya, "Berinfaklah, janganlah engkau menahan diri, akibatnya Allah akan memutus (berkah) darimu." [3]

Al Hafizh Ibnu Hajar berkata,"Larangan dari menahan diri untuk bersedekah lantaran takut habis (apa yang dimiliki), sikap ini merupakan faktor paling yang mempengaruhi terhentinya keberkahan. Karena Allah membalas pahala infak tanpa ada batas hitungannya." [4]

As Sindi memaknai hadits di atas dengan mengatakan: "Janganlah engkau menahan apa yang ada di tanganmu, akibatnya Allah akan mempersulit pintu-pintu rezki. Dalam hadits ini terkandung pengertian, bahwa kedermawanan akan membuka pintu rezki, dan kikir adalah sebaliknya.” [5]

Al Mubarakfuri berkata, "Hadits ini menunjukkan, bahwa sedekah meningkatkan harta dan menjadi salah satu penyebab keberkahan dan pertambahannya; dan (menunjukkan pula), kalau orang yang bakhil, tidak bersedekah, (maka) Allah mempersulit dirinya dan menghambat keberkahan pada harta dan pertambahannya." [6]

Ketiga: SILATURAHMI

Usaha lain yang bisa mendukung bertambahnya rezki dan bisa mendatangkan keberkahan pada harta yang dimiliki, yaitu menyambung jalinan silaturahmi. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, 

"Barangsiapa ingin dilapangkan dalam rizkinya dan ditunda ajalnya, hendaknya ia menyambung tali silaturahmi.” [7]

Hadits di atas menunjukkan manfaat menyambung tali silaturahmi, yaitu dapat mendatangkan curahan kebaikan dari Allah berbentuk rezki, terhindar dari keburukan, dan diraihnya keberkahan.

Al Hafizh berkata: “Para ulama mengatakan, yang dimaksud dilapangkan rizkinya adalah, adanya keberkahan padanya. Sebab menyambung tali silaturahmi adalah sedekah, dan sedekah mengembangkan harta, sehingga semakin bertambah dan bersih.” [8]

Allahu a'lam.

Wa billahittaufiq.

Sumber: majalah As-Sunnah Edisi 03//Tahun X/1427H/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

Catatan Kaki:

[1]. Al Jami’u li Ahkami al Qur`an (9/353)
[2]. Al Jami’u li Ahkami al Qur`an (14/41)
[3]. HR al Bukhari (3/299-300, 3/301, 5/217), Muslim (2/713), Abu Dawud (2/134), at Tirmidzi (6/94), an Nasaa-i (5/74)
[4]. Fat-hul Bari (3/301)
[5]. Hasyiyah as Sindi ‘ala Sunan an Nasaa-i (5/74-75)
[6]. Tuhfatul Ahwadi (6/94)
[7]. HR al Bukhari (4/301), (10/415)
[8]. Fathul Bari (4/303)
________________
“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)” (Ar-Rahman: 60) 
هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ

Shared By: bicara.hidayah 2 ( .. buat diriku ..)
Foto Illustrasi: Flickr.com

Tiada ulasan:

Catat Ulasan