Rabu, 11 Disember 2013

Kaya bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan dunia.

share dari link fb ~ Syarifah Rokiah Al-Khred
 
Kaya bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Namun kaya (ghina’) adalah hati yang selalu merasa cukup.” 
(HR. Bukhari no. 6446 dan Muslim no. 1051)

Dalam riwayat Ibnu Hibban, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi nasehat berharga kepada sahabat Abu Dzar. Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku, “Wahai Abu Dzar, apakah engkau memandang bahwa banyaknya harta itulah yang disebut kaya (ghoni)?” “Betul,” jawab Abu Dzar. 
Beliau bertanya lagi, “Apakah engkau memandang bahwa sedikitnya harta itu berarti fakir?” “Betul,” Abu Dzar menjawab dengan jawaban serupa. 
Lantas beliau pun bersabda, “Sesungguhnya yang namanya kaya (ghoni) adalah kayanya hati (hati yang selalu merasa cukup). Sedangkan fakir adalah fakirnya hati (hati yang selalu merasa tidak puas).” 
(HR. Ibnu Hibban. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)

Al Hasan meriwayatkan bahwa Nabi pilihan sollallahu `alaihi wasallam berkata: "Para abdal (terutama) dari ummatku tidak masuk surga karena banyaknya salat dan puasa. Allah ta'ala menyayangi mereka karena kesucian hati, kedermawanan dan kasih sayang mereka terhadap kaum Muslimin." 
( HR Al Hakim dan lain-lain ).

Rasulullah sollallahu `alaihi wasallam bersabda yang bermaksud:
“Sesungguhnya seseorang mukmin itu dapat mencapai darjat orang yang berpuasa yang mendirikan sembahyang ditengah malam disebabkan akhlaknya yang mulia”. 
(Riwayat Abu Daud)

“Tidak apa-apa dengan kaya bagi orang yang bertakwa. Dan sehat bagi orang yang bertakwa itu lebih baik dari kaya. Dan bahagia itu bagian dari kenikmatan.” 
(HR. Ibnu Majah no. 2141 dan Ahmad 4/69. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Yang Baik diikuti, yang Sebaliknya diJauhi 

Tiada ulasan:

Catat Ulasan