Jumaat, 27 Disember 2013

PENDERITAAN TIDAK SELALU BURUK


share dari link fb ~ Bicara Hidayah



PENDERITAAN TIDAK SELALU BURUK 


Penderitaan adalah salah satu kondisi yang ingin kita hindari. Tidak ada yang ingin menderita, dan kalau hal itu terjadi biasanya karena terpaksa bukan karena disengaja. Kita pasti berkeinginan hidup enak, nyaman, aman-tenteram, bebas kelaparan, semua kebutuhan tercukupi. Andai kehidupan ini tidak ada penderitaan, tak perlu kerja keras, tak ada bahaya (bencana). Andai kita hanya menemui kenikmatan, kebebasan, keindahan, sukses, kemenangan dan hal-hal menyenangkan lainnya. Apakah ini kebahagiaan sejati? Jikalau Allah mentakdirkan manusia bisa meraih semua keinginan dan mimpinya. Apakah manusia akan menemukan kebahagiaan sejati?



Sebagaimana dalam Kitab-Nya, yang artinya, “Dan Musa berkata, "Wahai Tuhan kami, Engkau telah memberi kepada fir'aun dan para pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia. Wahai Tuhan kami, (akibatnya) mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Mu ...," (Yunus: 88)


“Sekali-kali tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampui batas, apabila melihat dirinya serba cukup.“ (Al-'Alaq : 6-7)


Sungguh manusia cenderung cinta kesenangan dan benci kesulitan. Demi kesenangan, ia mau berbuat apa saja. Saudaraku, rasa manis (kesenangan), tidak selalu menguntungkan, dan kepahitan tidak selalu buruk. Kesenangan tidak selalu membahagiakan dan kesulitan tidak selalu menyedihkan.


Banyak hal-hal menyenangkan, nikmat justru akan merugikan manusia itu sendiri. Berapa banyak orang menjadi lemah karena banyak kebutuhannya tercukupi, dan berapa banyak orang menjadi kuat karena ditempa kesulitan-kesulitan. 


Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya, “Apakah mereka mengira bahwa Kami memberikan harta dan anak-anak kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami segera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? (Tidak), tetapi mereka tidak menyadarinya.” (Al-Mu'minun: 55 -56)


Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya, “Dan apabila Kami berikan nikmat kepada manusia, dia berpaling dan menjauhkan diri (dengan sombong); tetapi apabila ditimpa malapetaka maka dia banyak berdoa.” (Fussilat: 51)


Sudah banyak contoh bahwa kekayaan yang melimpah, kebun yang luas, anak-anak yang sehat dan segala kemudahannya. Semua karunia itu justru makin menjauhkan seorang hamba dari Allah. Orang-orang ini menganggap apa yang dimilikinya itu merupakan kebaikan bagi mereka. Segala kemudahan itu justru menjadikan mereka lalai dari sikap mohon ampun kepada Allah. 


Seringkali justru hamba beriman yang lebih sering ditimpa musibah beruntun, hidupnya tidak sejahtera, selalu diterpa kesulitan hidup dan semacamnya. Kesulitan demi kesulitan yang harus dihadapi orang-orang yang beriman, menunjukkaan bahwa Allah سبحانه وتعالى menyayanginya. Kesulitan demi kesulitan ini mamaksa mereka untuk bersimpuh, berdoa memohon kepadaNYA agar musibah tersebut menjadi penghapus dosa-dosanya, serta menjadikan mereka hamba-hamba yang selalu mengingat Allah. Karena beruntunglah orang-orang yang selalu mengingat Allah. "Qod 'aflahaman tazakka, wa dzakaros ma Rabbihi fa sholla": "Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman) dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia Shalat atau berdoa." (Al 'Ala:14-15)


Kesulitan demi kesulitan yang mendera, menjadikannya ia lebih mudah untuk merendahkan diri dihadapan Allah untuk memohon ampunan dan berdoa mengadukan kesusahan, kesedihan dan memohon kebaikan kepada-Nya. Namun apabila ia diberikan kesenangan terus menerus, maka justru akan menjadikannya lalai dari berdoa, dan memohon ampun. Kesenangan yang terus menerus, dapat mengakibatkan ia lalai dari rasa bersyukur kepada Allah, sebalinya akan makin terjerumus dalam sikap kesombongan yang menghancurkan dirinya. 


Sebagaimana firman-Nya, yang artinya, ”Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia, niscaya dia akan berpaling dan menjauhkan diri dengan sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan, niscaya dia berputus asa. (Al-Isra’: 83) 


Abu Abdirahmman Al-Qawiy dalam “mengatasi kebosanan”, menyatakan bahwa manusia memang mempunyai perilaku yang unik. Ketika suatu bangsa masih dalam keadaan miskin terbelakang, mereka bersemangat beersatu menggalakkan pembangunan ekonomi. Setelah pembangunan berjalan sukses, dan mereka telah menjadi bangsa yang mapan. Setelah lama hidup dalam kemapanan, justru konsisi ini menyebabkan kebosanan. Untuk mengatasi kebosanan itu mereka mencari hal-hal yang controversial. Tujuannya untuk dapat keluar dari irama kehidupan yang membosankan itu. Jangan dikira bahwa kemapanan merupakan jaminan kegairahan hidup. Kemapanan atau kesempitan, sebenarnya dua hal berbeda namun mirip. Tinggal bagaimana kita menyikapi semua itu. Kemapanan yang disyukuri akan membawa nikmat, seperti halnya kesempitan yang dihadapi dengan sabar.


Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya, ”Dan sekiranya Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya niscaya mereka akan berbuat melampui batas di bumi, tetapi Dia menurunkan dengan ukuran yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Maha Teliti terhadap (keadaan) hamba-hamba-Nya, Maha Melihat.“ (Asy-syura: 27) 


Ketika masalah bertubi-tubi menghampiri dan solusi tak kunjung datang, mungkin artinya Allah سبحانه وتعالى menyukai agar kita kembali untuk mengadu pada-Nya. Pengaduan itu berupa doa dan air mata, pertanda tidak ada kuasa melainkan milik Allah سبحانه وتعالى. Sebagaimana yang dicontohkan oleh para Nabi dan para sahabat. Seperti Nabi Ya’qub berkata, 


“Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui” (Yusuf: 86)


Imam ‘Ali adhilallahu ‘anha berkata, 'Sesungguhnya Allah menguji para hamba-Nya sehubungan dgn perbuatan jahat mereka dengan mengurangi buah-buahan, menahan nikmat dan menutup perbendaharaan yang baik, agar barangsiapa yang ingin bertaubat dapat bertaubat, orang yang ingin berpaling (dari kejahatan) dapat berpaling, dan orang yang ingin mengingat (kebaikan yang dilupakan) dapat mengingat, dan orang yang ingin berpaling (dari kejahatan) dapat berpaling.' (Nahj al-Balâghah).


Jiwa manusia sifatnya dinamis. Ia tidak akan tahan dengan suasana yang datar, monoton, tidak bergelombang. Setiap manusia membutuhkan tantangan, membutuhkan sesuatu yang baru yang menyegarkan kehidupannya. Allah Maha Mengatur perputaran nasib manusia, kadang Dia melapangkan rezki (mempermudah kehidupan), kadang membatasinya (bagi siapa yang Dia kehendaki). Sesungguhnya inilah nikmat yang luar biasa dari-Nya yang hanya bisa dirasakan oleh para hamba yang memahami hakikat keimanan.


Allahu a’lam.


Suntingan Bicara Hidayah

Kredit: harapansatria

______________

Shared By: bicara.hidayah ( .. buat diriku ..)

Bicara Hidayah - Bicara Hati ღ

☆ ⋆ ☆ ⋆ ☆ ⋆ ☆
 
blog saya satu lagi boleh dilawati : http://sharmine205omarshahab.blogspot.com/   

Tiada ulasan:

Catat Ulasan