share dari link fb ~ Islamic Articles
Muslim: Aku Enggan Ucapkan Selamat Natal
Bagi para remaja muslim, patut dipahami bahwa di balik ucapan natal itu ada konsekuensinya. Konsekuensinya adalah secara tidak langsung kita membenarkan keyakinan orang Nashrani yang menyekutukan Allah dengan mengangkat Isa sebagai Bapa, Putera dan Roh Kudus. Inilah memang maksud ucapan natal. Coba renungkan dialog berikut ini.
Muslim : Bagaimana Natalmu?
David : Baik, kau tidak mengucapkan Selamat Natal padaku?
Muslim : Tidak, agama kami menghargai toleransi antara agama, termasuk agamamu, tapi masalah ini, agama saya melarangnya.
David : Tapi kenapa, bukankah hanya sekedar kata-kata? Teman muslimku yang lain mengucapkannya padaku.
Muslim : Mungkin mereka belum mengetahuinya. David, kau bisa mengucapkan “Dua kalimat syahadat”?
David : Oh tidak, saya tidak bisa mengucapkannya. Itu akan mengganggu kepercayaan saya.
Muslim : Kenapa? Bukankah hanya kata-kata? Ayo, ucapkanlah.
David : Sekarang, saya mengerti.
Dialog ini menggambarkan dengan sangat baik kepada kita tentang hubungan antara muslim dan non-muslim, khususnya berkaitan dengan Hari Natal ini. Logika yang sederhana namun cerdas cukup menggambarkan kepada kita bagaimana seharusnya hubungan antara kedua umat yang berbeda keyakinan ini.
Sementara hari ini banyak orang yang dianggap “tokoh” masyarakat level Nasional/Lokal dari kalangan muslim karena sebab kebodohannya tampil sok humanis, pluralis, wisdom, menjadi pahlawan, pemimpin hebat kemudian mengucapkan “selamat natal” kepada umat kristiani tanpa disadari hal tersebut telah merusak akidah dirinya dan umat Islam. Tentu ini menabrak tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Sosok muslim yang kehilangan jati diri, “muslim KTP” yang eksis terlepas dari pakem dan manhaj hidup yang digariskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “selamat” artinya terhindar dari bencana, aman sentosa; sejahtera tidak kurang suatu apa; sehat; tidak mendapat gangguan, kerusakan dsb; beruntung; tercapai maksudnya; tidak gagal. Dengan begitu ucapan selamat artinya adalah doa (ucapan, pernyataan, dsb) yang mengandung harapan supaya sejahtera, tidak kurang suatu apa, beruntung, tercapai maksudnya, dsb.
Natal adalah sebuah perayaan kelahiran Yesus Kristus (Nabi Isa al-Masih ‘alaihis salam) yang dalam pandangan umat Kristen saat ini ia adalah anak Tuhan dan Tuhan anak serta meyakini ajaran Trinitas. Lalu bagaimana bisa seorang muslim yang bertolak belakang dan jelas berbeda pemahamannya mengenai Nabi Isa mendoakan kaum Kristen keselamatan atas apa yang mereka pahami tadi?
Padahal dengan sangat jelas Allah menyatakan mereka sebagai orang kafir (QS. Al-Maidah : 72-75) yang tentu di akhirat kelak akan dijatuhi hukuman neraka nan pedih.
Umat Islam meyakini bahwa Nabi Isa adalah utusan Allah ke dunia, bukan anak apalagi Tuhan. Karena Demi Allah, Allah tidaklah diperanakkan dan tidak beranak, ia Maha Esa dan Maha Kuasa, tak ada satupun yang mampu menandinginya bahkan tiada yang pantas untuk sekedar disamakan denganNya. Mengucapkan selamat Natal dan bahkan ikut merayakannya sama saja dengan mengakui apa yang dipahami oleh umat Kristen, dan sudah tentu itu adalah sebuah tindak kekufuran yang nyata yang bisa membuat pelakunya jatuh kepada kekafiran. (Diambil dari EraMuslim.com)
Dalil-dalil yang menyatakan ucapan selamat natal itu terlarang,
لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ
“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan selamat).” (HR. Muslim no. 2167). Ucapan selamat natal termasuk di dalam larangan hadits ini.
Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu pernah berkata,
اجتنبوا أعداء الله في عيدهم
“Jauhilah orang-orang kafir saat hari raya mereka” (HR. Al Baihaqi). Jika kita diperintahkan untuk menjauhi hari raya orang kafir dan dilarang mengadakan perayaan hari raya mereka lalu bagaimana mungkin diperbolehkan untuk mengucapkan selamat hari raya kepada mereka.
Membolehkan ucapan selamat natal juga telah menyelisihi kesepakatan kaum muslimin (ijma’) dan ijma’ adalah salah satu rujukan dalil dalam Islam. Pernyataan ijma’ ini dinyatakan oleh Ibnul Qayyim dalam Ahkam Ahlidz Dzimmah.
Intinya, umat Islam mesti menjauhi perbuatan ini, meskipun hanya sepele karena hanya berupa ucapan namun berujung pada cacatnya iman. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan